BEDAH NOVEL "BIDADARI-BIDADARI SURGA"
TUGAS II
ILMU BUDAYA
DASAR
BEDAH NOVEL
“BIDADARI-BIDADARI SURGA”
Dosen :
Auliya Ar Rahma
OLEH
Nama :
Sentya Mersita
NPM :
1A114136
KELAS :
1KA08
SISTEM
INFORMASI
ILMU
KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
APRIL 2015
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang
ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel
disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah atau
sepotong berita".
Novel lebih panjang (setidaknya
40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen,
dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikalsandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita
tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan
menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.
Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman.
Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita
juga lebih banyak.
Dunia sastra
memang tiada habisnya. Kita dapat menjumpai berbagai rasa kehidupan dalam sebuah
karya sastra. Sangatlah menarik jika kita mampu menyerap nilai dan rasa itu
untuk diimplementasikan maupun digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam
kehidupan kita sehari-hari. Di bawah ini saya akan membedah salah satu novel
Tere Liye berjudul Bidadari-Bidadari Surga.
Tere Liye yang lahir
pada tanggal 21 mei 1979, ia berasal dari Sumatera Selatan dan merupakan anak
ke enam dari tujuh bersaudara, nama aslinya adalah Darwis, Tere Liye merupakan
nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya untukmu, Ia
merupakan mahasiswa lulusan fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Hingga saat
ini Tere Liye telah melahirkan 14 karya yang best seller dan
diantara semua karyanya ada beberapa novel yang difilmkan seperti
Bidadari-bidadari Surga, Hafalan Shalat Delisa(2005), Moga Bunda disayang
Alloh(2005).
Bab II
PEMBAHASAN
Resensi
Novel Bidadari-bidadari Surga
IDENTITAS BUKU
Judul Buku
|
Bidadari-bidadari
Surga
|
Pengarang
|
Tere-Liye
|
Penerbit
|
Republika
|
TahunTerbit
|
Cetakan Pertama,
2008
|
Tebal Buku
|
vi + 368 halaman
|
Ukuran Buku
|
20,5 x 13,5 cm
|
Harga Buku
|
Rp. 47.500
|
SINOPSIS
Buku ini
menceritakan tentang kisah seorang kakak yang berjuang untuk adik-adiknya.
Seorang kakak yang memiliki tubuh yang tidak seperti orang kebanyakan, karena keterbatasan
tumbuh kembang fisiknya, namun ia tak pernah menunjukan kesedihannya. Seorang
kakak tersebut bernama Laisa, yang merupakan sulung dari lima bersaudara. Ia
memiliki empat adik dengan karakter yang berbeda. Dalimunte adalah adik pertama
Laisa, dan dia merupakan adik yang paling memahami karakter kakaknya. Dalimunte
sejak kecil adalah anak yang senang membuat penemuan baru, dengan
kecerdasaannya itulah, ia mampu membuat alat untuk membantu
pekerjaan masyarakat di kampungnya. Adik kedua Laisa bernama Wibisana yang
memiliki karakter hampir sama dengan adik ketiga Laisa yang bernama Ikanuri.
Mereka berdua serupa tapi tak sama, seperti kembar tetapi tidak, itu karena
kesamaan sifat yang dimiliki keduanya. Brontak, berani dan suka tantangan,
paling malas jika di suruh sekolah hingga Lainuri (ibu mereka) lelah
memarahinya. Sedangkan Yashinta, si bungsu yang banyak menuruni sifat
Dalimunti, anak yang selalu penasaran akan hal yang belum diketahuinya, dan ia
akan terus merengek dan bertanya tentang hal tersebut, sampai ia benar – benar
tahu tentang hal yang ingin diketahuinya itu.
Laisa
bersekolah hanya sampai kelas 4 Sekolah Dasar. Ia mengalah dan memilih untuk
tidak bersekolah agar keempat adiknya bisa tetap bersekolah. Maka sejak
keputusannya berhenti sekolah tersebut, hari-hari Laisa hanya dilewati dengan
bekerja di ladang, bersusah payah untuk membiayai sekolah adik-adiknya
tersebut. Perjuangan Laisa sejak kecil ternyata tidak sia-sia. Kata “kerja
keras” yang selalu diteriakinya kepada keempat adiknya telah membuahkan hasil.
Keberhasilan yang luar biasa dari keempat adiknya, bahkan hingga salah satu
adik Laisa ada yang menjadi profesor. Tapi pada akhirnya, ketertutupan Laisa
sejak dulu membuat tak satupun adiknya tahu penderitaan yang dialami kakaknya itu.
Hingga ketika sebuah penyakit ganas menggerogoti tubuhnya, keempat adiknya
mengetahui kabar tersebut ketika Laisa sudah benar – benar sakit parah. Itupun
karena bujukan ibunya kepada Laisa agar membiarkan ibunya memberitahu tentang
sakit yang diderita Laisa kepada keempat adiknya. Dan karena cinta yang besar
telah tertanam didalam hati adik-adik Laisa, mereka berempat dengan segera
pergi ke Lembah Lahambay untuk menemui Laisa, orang yang paling berjasa dalam
hidup keempat adiknya. Akankah keempat adik Laisa itu memiliki waktu untuk
bertemu kembali dengan Laisa? Dan bisakah mereka melebihi kecepatan maut yang
akan menjemput? Sedangkan mereka berada di tempat yang jauh dari Lembah
Lahambay.
Unsur Intrinsik
A. Tema : Keluarga
B. Penokohan :
1.
Laisa, memiliki karakter pekerja keras, rela
berkorban apapun untuk kebahagiaan adik - adiknya, bahkan hingga nyawa
sekalipun. Laisa juga sering memendam perasaan, menyembunyikan rasa sakit,
nekat untuk melakukan hal yang mungkin tidak akan pernah dilakukan oleh orang lain,
tegas, tidak pemalu dan ia sangat pemberani.
2. Dalimunte, memiliki karakter yang baik, peka terhadap
keadaan, senang melakukan penelitian dan penemuan, rela berkorban tapi tidak
begitu berani seperti Laisa kakaknya. Dalimunte juga orang yang serius, selalu
mencari tahu tentang hal yang ingin diketahuinya.
3. Wibisana, memiliki karakter brontak. Tidak senang
dengan aturan, karena itulah ia tidak begitu menyukai sekolah, ia lebih senang
melakukan hal yang menegangkan, penuh tantangan, gemar bermain dan menjahili
adik bungsunya.
4. Ikanuri, memiliki karakter yang hampir sama dengan
Wibisana. Sama – sama brontak, jahil, tidak senang dengan aturan, sangat gemar
bermain. Tapi Ikanuri terkadang juga bisa melakukan hal yang tidak pernah
disangka sebelumnya, yaitu memberikan apa yang diinginkan si bungsu.
5. Yashinta, si bungsu yang ceria. Yashinta juga banyak
menuruni sifat Dalimunti. Senang mencari tahu hal baru, baik dan penurut.
Yashinta sangat senang menggambar dan senang meneliti kehidupan beberapa
binatang langka yang ada di atas gunung.
6. Mamak
Lainuri (ibu dari lima bersaudara
tersebut). Memiliki karakter yang hampir sama dengan Laisa, bekerja keras agar
tetap bisa membiayai sekolah anak–anaknya, keras mendidik anak – anaknya agar
mereka tidak menjadi anak yang manja, sangat menyayangi anak – anaknya.
C. Alur / Plot :Novel ini bercerita dengan menggunakan alur campuran.
Diawal cerita menggunakan alur maju, lalu alur mundur, dan begitu seterusnya.
D. Latar :
v Tempat:
1. Lembah Lahambay sebagai kampung dimana mereka
tinggal.
2. Gubuk yang tua dan seadanya sebagai rumah
mereka.
3. Hutan yang terletak dikaki gunung kendeng.
4. Auditorium tempat seminar.
5. Bandara
6. Pesawat terbang
7. Stasiun kereta
8. Gunung Semeru
v Waktu :
Pagi dan Malam
v Suasana :
·
Menegangkan,
pada saat Dalimunte mempresentasikan hasil penelitiannya, dan tiba – tiba ia
harus segera pulang karena mendapat sms dari mamaknya.
·
Mencekam,
pada saat Wibisana dan Ikanuri tersesaat dihutan Gunung Kendeng dan dihadang
oleh tiga harimau ( Sang Siluman ), yang dulu merupakan tempat dimana ayah
mereka hilang dan ditemukan sudah tak bernyawa dengan wajah telah tercabik –
cabik.
·
Sedih,
saat Ikanuri mengatakan bahwa Laisa bukanlah kakak mereka, karena fisik mereka
yang berbeda. Juga saat Dalimunte tiba di Lembah Lahambay dan mendapati
kakaknya sedang terbaring dikamarnya dengan berbagai macam alat medis.
·
Bahagia,
saat Laisa berhasil menanam buah strawberry di ladang dan hasil penjualan buah
strawberry tersebut mendatangkan banyak keuntungan.
·
Lucu, ketika
Dalimunte sedang terburu-buru ke bandara dari rumahnya.
E. Sudut Pandang :
Sudut pandang yang digunakan penulis dalam novel ini yaitu sudut pandang
Impersonal, dimana penulis tidak melibatkan dirinya dalam cerita.
F. Gaya Bahasa :
Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa yang hidup dan deskriftif.
G. Amanat :
Pesan moral yang terkandung dalam novel ini yaitu tentang ketulusan seorang
kakak terhadap adiknya. Kita dapat mengambil pelajaran bahwa ketulusan itu akan
membuahkan kebahagiaan. Dan kisah ini juga mengajarkan kita untuk tidak pamrih
atas pengorbanan yang telah dilakukan. Pelajaran agar kita terus bekerja keras
menjalani hidup sesulit apapun tantangan dan kondisinya.
Kelebihan dan Kekurangan
v Kelebihan :
Buku ini ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Buku ini mampu
membuat pembacanya seolah – olah melihat langsung kejadian yang diceritakan.
Buku ini juga bagus untuk dibaca karena terdapat banyak ilmu baru yang dicantumkan
didalamnya, dapat menambah waswasan dan tahu pentingnya sebuah pendidikan.
v Keurangan :
Ada bagian yang sangat ingin diketahui pembaca, tapi cerita itu malah dibuat
menggantung karena bahasa yang digunakan diakhir cerita adalah bahasa kiasan.
Biografi Penulis
“Tere Liye”
merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa India dengan
arti : untukmu, untuk-Mu. Tampaknya Tere-Liye tidak ingin dikenal oleh
pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikitnya informasi yang pembaca dapat
ketahui melalui bagian “tentang penulis” yang terdapat pada bagian belakang
sebuah novel. Agak sulit ketika mencari tahu tentang Tere-Liye. Tere-Liye Lahir
pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah novel. Sedikit mengulas
profil sang penulis, lelaki bernama Darwis (mungkin itu nama aslinya,dilihat
dari e-mailnya), yang beristrikan Riski Amelia, adalah seorang ayah dari
Abdullah Pasai. Lahir dan besar di pedalaman sumatera, berasal dari keluarga
petani, anak keenam dari tujuh bersaudara.
Riwayat pendidikan :
·
SDN 2 Kikim
Timur Sumasel
·
SMPN 2 Kikim
Timur Sumsel
·
SMUN 9
Bandar Lampung
·
Fakultas
Ekonomi UI
Karya-karyanya:
1.
Daun yg
Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum, 2010)
2.
Pukat
(Penerbit Republika, 2010)
3.
Burlian
(Penerbit Republika, 2009)
4.
Hafalan
Shalat Delisa (Republika, 2005)
5.
Moga Bunda
Disayang Allah (Republika, 2007)
6.
The Gogons
Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka Umum, 2006)
7.
Bidadari-Bidadari
Surga (Republika, 2008)
8.
Sang
Penandai (Serambi, 2007)
9.
Rembulan
Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006; Republika 2009)
10.
Mimpi-Mimpi
Si Patah Hati (AddPrint, 2005)
11.
Cintaku
Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006)
12.
Senja
Bersama Rosie (Grafindo, 2008)
13.
ELIANA,
serial anak-anak mamak
Tere - liye
tidak seperti penulis lain yang biasanya memasang foto, contact person, profil
lengkap pada setiap bukunya sehingga ketika buku/novel tersebut meledak
biasanya langsung membuat penulis tersebut terkenal dan diundang serta
melanglangbuana kemana-mana. Padahal novel-novel karya tere liye terbilang
sukses di pasaran.
Sampai saat
ini belum ada yang mengetahui mengepa Tere-liye tidak ingin dikenal banyak
orang dengan identitas aslinya. Tere-liye hanya ingin menyebarkan pemahaman
bahwa HIDUP INI SEDERHANA melalui tulisannya.
Bekerja
keras, namun selalu merasa cukup, mencintai berbuat baik dan berbagi,
senantiasa bersyukur dan berterima-kasih maka Tere-Liye percaya, sejatinya kita
sudah menggenggam kebahagiaan hidup ini.
Tere-liye
berasal dari Sumatra Selatan, membanggakan memang, Indonesia mempunyai penulis
yang hebat, mungkin bukan hanya kak Darwis (Tere-liye), masih banyak
penulis-penulis lain yang mungkin novelnya mencapai mancanegara.
Tere
mengungkapkan bahwa ia tak berniat menulis novel yang mengharukan. Ia hanya
berniat membuat novel yang sederhana, namun sederhana itu dekat sekali dengan
kelutusan dan ketulusan itu kunci utama untuk membuka pintu hati.Terlihat tekad
Tere yang ingin membuat novel yang sederhana dan menyentuh telah mendarat
dengan sukses di setiap hati pembacanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ini adalah
kisah yang menawarkan keharuan karena cinta. Namun ini bukan keharuan cinta
segitiga, segiempat, atau segilima yang seringkali memojokkan kita pada sekadar
aksi rebutan perasaan antara laki-laki dan sejumlah perempuan - ataupun
sebaliknya. Inilah keharuan yang kita butuhkan untuk menyemai cinta agar tumbuh
sebagai pohon surga - tempat para bidadarinya mengukir senyum memesona. Inilah
keharuan yang telah memposisikan desa tidak lagi sebagai subordinat atas kota,
bahkan dunia, melainkan sebagai pusat kearifan dan sumber nilai kemanusiaan
yang hakiki. Inilah keharuan yang dibalur oleh akurasi yang anggun-matang,
bersih, dan - karenanya - membius. Inilah keharuan yang memantulkan cerlang
pengalaman dalam kombinasi yang canggih: kesiapan mencerap dan kesiapan
mengisahkan penulisnya. Inilah keharuan, juga air mata, yang mesti kita
dapatkan untuk mengisi kantong emosi cinta kita yang - mungkin - sudah
bolong-bolong....
Indah,
realistis, dan filosofis. Berbeda dengan karakter kebanyak novel yang selalu sempurna
seperti telenovela, kisah novel ini sebaliknya amat sederhana, yang tidak saja
menguatkan seluruh cerita tapi juga menciptakan sentuhan sentimentil bagi
pembaca. Pesan kisah ini luar biasa. Mengajarkan kita tentang kebahagiaan
sejati yang hanya bisa diperoleh jika kita sungguh-sungguh mencintai orang lain
serta selalu bersyukur atas masa lalu, hari ini, dan masa depan....
Saran
Berdasarkan
kekurangan yang telah dikemukakan sebaiknya gaya bahasanya lebih konsisten
terhadap panggilan Laisa, dan penulis sebaiknya lebih bisa menempatkan diri
untuk penyampaian hubungan penulis dengan laisa dapat disampaikan pada latar
belakang bukan didalam alur cerita.
REFERENSI
Jngn smpai terbalik dlm menggunakan imbuhan dan preposisi. Cth imbuhan di-: dimakan ("di" dan "makan" digabung. Cth preposisi di: di rumah ("di" dan "rumah" dipisah). Smoga brmnfaat. Trims.
BalasHapusassalamu alaikum kak mohon maaf ada yang ingin saya tanyakan seputar skripsi kakak, saya bisa hubungi kakak lewat apa ya kak? jika kakak melihat komentar saya ini mohon dibalas ya kak saya mahasiswa tingkat akhir gunadarma angkatan 17 kak. terimakasih kak
BalasHapus